Dendam Positif Indra Sjafri

Indra Sjafri, pelatih sukses timnas U-19, masih teringat sakitnya ketika gagal menjadi anggota timnas saat ia masih muda. Ia gagal bukan karena talenta yang tidak memadai, bukan pula karena kemampuannya yang kurang memenuhi syarat. Tapi, lebih karena tidak ada pihak dari PSSI pusat yang menyempatkan diri me lihat kemampuannya.
Ia sudah sukses masuk tim Pra-PON Sumatra Barat pada 1985, dan menanti-nanti pemandu bakat dari timnas untuk melihat dan menguji talentanya. Tapi, tak satupun yang datang.

`’Saat itu saya berkeyakinan memiliki potensi untuk masuk tim nasional, tapi saya tidak memi- liki kesempatan,” katanya kepada Republika.

Ia bisa merasakan pedihnya kondisi saat itu, tapi tidak menjadikan ingatan atas kesedihan sebagai sumber duka, melainkan sumber semangat. Ia mengalihkan energi kesedihan menjadi kekuatan `dendam positif’. Indra sakit hati dan tidak ingin talenta-talenta Tanah Air bernasib sama seperti dirinya.

Ketika ditanya kunci sukses menemukan talenta berbakat di U-19, dengan gamblang ia menjelaskan salah satu motivasinya, `’Semua berawal dari sakit hati saya ketika masih jadi pemain dan berhasil masuk tim Pra-PON Sumatra Barat pada tahun 1985.”

Ya, saat itu ia berprestasi tapi tak seorang pun pengurus atau pihak berwenang dari PSSI yang sempat melihat bakatnya hingga ia terabaikan. Indra sadar benar mungkin tidak hanya dirinya, tapi ada ribuan anak lain yang mengalami nasib serupa. Karena itu, ketika mendapat kepercayaan melatih tim U-19, maka ia memastikan sebatas kemampuannya untuk membuka kesempatan kepada setiap anak Indonesia untuk menunjukkan bakat dan kemampuan mereka. ”Setelah saya sekarang menjadi pelatih, saya tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Ke langit pun pemain akan saya cari,” katanya.

Ia bahkan sampai bersusah payah pergi ke Muara Teweh, kota kecil di Provinsi Kalimantan Utara, meski sangat sulit dicapai dan harus menempuh perjalanan darat selama sepuluh jam.”Itu menjadi pengalaman hebat bagi saya. Sebab, saya merupakan pelatih timnas pertama yang mengunjungi daerah itu. Dampaknya juga luar biasa. Di sana sudah ramai dengan sekolah sepak bola (SSB),\” ujarnya mengenang masa- masa sulit mencari talenta muda di Indonesia.

Keinginannya mengunjungi sebanyak mungkin daerah tidak mudah sebab berbenturan dengan anggaran yang tersedia. Tapi, tetap dengan se mangat “No Excuse!” ia mencari cara untuk mengunjungi sebanyak-banyaknya tempat. Ketika tidak cukup biaya, ia melobi tokoh peduli sepak bola setempat, pemda, donatur, atau siapa pun yang bisa membantu hingga ia punya kesempatan melihat talenta yang ada.

Usahanya tidak sia-sia. Tim U-19 yang dilatihnya berhasil menaklukkan raksasa Piala Asia Korea Selatan setelah sebelumnya menaklukkan Vietnam, Malaysia, dan pesaing lainnya.

Dendam positif telah memberi kekuatan lebih pada Indra Sjafri untuk membuka kesempatan lebih luas kepada anak bangsa agar dapat berprestasi.

Dendam positif sesungguhnya merupakan semangat yang harus dipupuk oleh setiap orang. Keburukan yang pernah mereka alami tak perlu dialami orang lain.

Dendam positif telah banyak memberi bukti kebaikan, dan akan terus memberi kebaikan jika kita menjadikan segala pengalaman buruk sebagai pemicu agar orang lain tidak perlu melaluinya.

Jet Li, pernah mengalami peristiwa tragis nyaris menghadapi kematian ketika terjadi tsunami besar di Aceh. Saat itu ia di kepulauan Maldives yang juga terkena dampaknya. Setelah berhasil melalui masa traumatik, ia berkomitmen membantu para korban bencana dan mendirikan yayasan The One Foundation.

JK Rowling sangat bersedih kehilangan ibunya yang tujuh tahun berjuang melawan kanker, sebelum buku Harry Potter-nya terbit. Setelah dirinya menjadi salah satu wanita terkaya, ia menyumbangkan sebagian harta untuk yayasan penelitian yang bergerak di bidang kanker, sebagai upaya mengurangi banyaknya anak yang bersedih sebab kehilangan ibu akibat kanker.

Terbayangkah jika Indonesia dipenuhi orang yang mempunyai semangat dendam positif? Mahasiswa baru yang benci menjadi korban perploncoan bersumpah membasmi perploncoan ketika menjadi senior. Rakyat yang menjadi korban korupsi bersumpah membasmi korupsi ketika ia memiliki kesempatan berkuasa. Korban kekerasan bersumpah menumpas kekerasan dengan memutus mata rantai perilaku tak terpuji itu dan menjadikan dirinya sebagai korban terakhir serta tidak menularkannya kepada orang lain.

Jika ini menjadi budaya, bangsa ini akan menjadi bangsa yang jauh lebih baik. Insya Allah.

Penulis : Asma Nadia
Sumber : Republika.co.id

Post Author: operator.info1