Jakarta – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengevakuasi sebanyak sekitar 12 anak yang diduga menjadi korban penyiksaan di Panti Asuhan Yayasan Kasih Sayang Bunda, yang berada di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (24/2). Dari belasan anak yang dievakuasi pihaknya terdapat dua anak yang mengalami demam tinggi. Kedua anak langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif.
“Kami titipkan kedua anak itu di rumah sakit karena demam tinggi sampai 38 derajat. Bagi anak suhu setinggi itu bisa saja step,” kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait saat ditemui di kantornya, Senin (24/2).
Arist mengungkapkan, kedua anak yang demam itu tergelatak tak berdaya. Saat ditanya, pemilik panti membantah telah menelantarkan anak-anak itu.
“Katanya sudah dibawa ke rumah sakit, ternyata hanya dikasih penurun panas saja,” katanya.
Masih terdapat enam hingga delapan anak yang belum dievakuasi lantaran masih sekolah dan belum pulang ke panti tersebut.
“Ada sekitar enam sampai delapan anak yang masih sekolah. Kami evakuasi dulu yang masih balita dan satu anak yang sudah berusia 14 tahun berinisial N. Dia tidak sekolah karena diberhentikan oleh pemilik panti sejak kelas IV SD,” tuturnya.
Arist menjelaskan, pada 11 Februari lalu, pihaknya mendapat laporan dari masyarakat adanya penelantaran terhadap anak-anak panti yang dilakukan pemilik. Banyak dari anak-anak di panti itu yang meminta-minta makanan kepada warga sekitar.
“Pernah kejadian ada seorang menteri yang baru saja datang ke panti itu pada siang hari, dan malamnya anak-anak ini kembali meminta-minta. Ini kan aneh,” kata Arist.
Saat tengah menindaklanjuti dan menginvestigasi laporan dari masyarakat tersebut, pada 15 Februari, Arist mendapat laporan adanya seorang balita berusia tiga bulan yang meninggal di panti itu. Dugaan adanya penelantaran pun semakin menguat lantaran prosesi pemakaman terkesan tertutup.
“Tapi apakah ada indikasi tindak pidana, belum sampai ke arah sana. Ada atau tidak ada tindak pidana, kami harus selamatkan anak-anak ini dulu,” jelas Arist.
Arist mengungkapkan, saat akan mengevakuasi anak-anak ini pemilik panti sempat menentang. Pemilik panti membantah telah menelantarkan dan menyiksa anak-anak berusia bulanan hingga 17 tahun itu.
“Kami katakan ada atau tidak ada tindak pidana kami harus evakuasi menyelamatkan anak-anak ini dulu atas dasar kemanusiaan dan amanat UU Perlindungan Anak,” jelas Arist.
Saat ini, Arist menyatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk menempatkan anak-anak ini di Rumah Aman. Di lokasi tersebut, kata Arist, anak-anak tersebut akan mendapat assesment dan pendampingan.
“Assesment akan dilakukan terhadap anak-anak ini dengan didampingi psikologi. Anak-anak harus diselamatkan ke rumah aman,” katanya.
Diberitakan, sebanyak sekitar 30 anak berusia bulanan hingga 17 tahun diduga menjadi korban penyiksaan, pelecehan dan eksploitasi pemilik sebuah panti asuhan yang berada di Tangerang, Banten.
Kasus ini mulai mencuat saat seorang anak berinisial H melaporkan peristiwa yang terjadi di panti tersebut kepada donatur panti. Mendengar laporan tersebut, pihak donatur kemudian mengadukan kasus ini ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Sharon.
“Pihak donatur memang selama ini sering merasa heran dengan kondisi panti asuhan. Meski kerap mendapat sumbangan, anak-anak yang berada di panti tetap terlihat kurus, lusuh dan tidak terurus, bahkan pihak donatur sering mendapati tubuh anak-anak dipenuhi dengan luka memar seperti bekas pukulan, sabetan bahkan bekas gigitan orang dewasa,” kata Kepala Divisi non-Litigsasi LBH Mawar Saron, Jecky Tengens saat dihubungi SP, Minggu (23/2).
Kepada para donatur, H mengungkapkan, dirinya bersama anak-anak panti lain termasuk yang masih balita kerap diberikan makanan mie kering yang sudah basi, minum air keran mentah. Selain itu, anak-anak ini sering dipukul dengan sepatu, diseret, diikat dan dikurung.
“Bahkan adapula yang menjadi korban perkosaan,” ungkap Jecky.
Dari sekitar 30 anak yang mendapat perlakuan buruk tersebut, baru tujuh anak yang berhasil melarikan diri. Sementara sisanya masih berada di dalam panti.
“Mereka yang berhasil melarikan diri rata-rata tinggal di panti itu sejak usia balita, dan semuanya pernah mengalami penyiksaan,” jelas Jecky.
Jecky menyatakan, pihaknya telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan kasus ini kepada Mabes Polri. Namun, petugas dari Mabes Polri melimpahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.
“Sayangnya laporan kami kepada Mabes Polri ditolak, padahal sejak tahun 2012 sudah lebih dari tiga laporan yang diterima mengenai tindakan penyiksaan yang terjadi di panti asuhan ini. Kami pun diminta laporan ke Polda Metro Jaya, dan besok rencananya baru ada korban yang akan dimintai keterangan,” papar Jecky.
Sementara itu Juru Bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto, mengatakan kasus tersebut sudah dilaporkan atas nama Gading Satria Nainggolan ke Bareskrim Mabes Polri, 10 Februari 2013, lalu.
“Pelapor Gading Satria Nainggolan, telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana penelantaran atau diskriminasi terhadap anak, terkait Pasal 77 dan Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak tahun 2003 tentang perlindungan anak ke Mabes Polri,” ujar Rikwanto, kepada Beritasatu.com, Senin (24/2).
Namun, dikatakan Rikwanto, penyelidikan dan pemberkasan kasus itu telah dilimpahkan dari Bareskrim Mabes Polri ke Subdit Reknata Ditreskrimum Polda Metro Jaya, tanggal 19 Februari 2014.
“Nomor laporannya, LP/139/II/2014/Bareskrim, tanggal 10 Februari 2014. Kemudian, dilimpahkan ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya tanggal 19 Februari 2014,” ungkapnya.
Rikwanto menyampaikan, ada sekitar tujuh orang anak panti asuhan yang diduga mengalami penganiayaan telah melakukan visum.
“Hari ini, mereka juga sedang membuat berita acara pemeriksaan (BAP), di Subdit Renakta,” tandasnya.
http://www.beritasatu.com/megapolitan/167901-komnas-pa-evakuasi-belasan-anak-panti-asuhan-korban-penyiksaan.html