Penulis : Drs. Agoes Zadjuli
Itulah kalimat anak muda sekarang apabila ada pertanyaan yang berkaitan dengan apapun termasuk pertanyaan apakah anda akan memilih pada saat pemilihan umum 2014 nanti, apabila kita perhatikan gelagat secara umum kelihatannya banyak anak muda yang kurang perduli terhadap politik, bahkan sebahagian anak muda terutama pimilih pemula menyatakan bahwa politik itu urusan orang tua, disamping itu adannya kecenderungan di kalangan pemilih pemula muncul ketidak percayaan terhadap institusi partai politik karena kasus korupsi yang menjerat. Hal ini juga apabila kita lihat berdasarkan Data survei Indeks Politika Indonesia (IPI) dan Insert Insitute menyebutkan, hasil riset per awal Maret, pemilih mengambang masih menempati angka sekitar 28% lebih.
Tingginya angka pemilih yang belum menentukan pilihannya jelang hari H, dikhawatirkan akan membuat partisipasi pemilih pada pemilu 2014 rendah. Direktur Eksekutif Indeks Politika Indonesia (IPI) Suwadi Idris mengatakan, alasan pemilih belum menemukan kandidat parpol ataupun caleg pilihannya, selain karena masih berfikir tentang program yang ditawarkan oleh partai. oleh karenanya sosialisasi menjelang pemilu yang sebentar lagi digelar menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh KPU maupun Partai politik.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 penduduk Indonesia usia 15-19 tahun adalah 20.871.086 orang, dan usia 20-24 tahun sebanyak 19.878.417 orang, dengan demikian diperkirakan jumlah pemilih muda tahun 2014 sebanyak 40.749.503 orang. Jumlah yang cukup signifikan bagi partai politik peserta pemilu. Diperkirakan pada Pemilihan umum legislatif 2014 jumlah pemilih pemula mendekati angka 20 juta, angka ini sangat potensial untuk mendongkrak perolehan suara parpol. Keberadaan pemilih pemula di tiap pelaksanaan pemilu terus meningkat, sehingga tidak mengherankan apabila partai politik melihatnya sebagai lumbung suara untuk menambah pundi-pundi perolehan suara.
Fenomena Golput Dalam Pemilu
Dalam pandangan Arbi Sanit, bahwa golput adalah usaha sadar untuk tidak memilih. Ini menandakan bahwa golput bukan hanya gerakan protes yang dilakukan oleh masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat kritis pada khususnya, akan tetapi golput telah menyatu ke berbagai kalangan, dengan memperbaiki serta mencari alternatif dalam rangka penyempurnaan sistem politik di Indonesia.
Masih menurut Arbi Sanit menyebutkan, bahwa setidaknya terdapat tiga faktor terjadinya golput di Indonesia:
1. Apatis (masa bodoh). Sikap ini terjadi dari ketertutupan terhadap rangsangan politik, baginya politik tidak memberikan manfaat dan kepuasaan, sehingga golongan ini tidak mempunyai minat dan perhatian terhadap politik.
2. Anomi (terpisah). Sikap ini merujuk kepada sikap ketidakmampuan, terutama kepada keputusan yang diantisipasi. Faktor kedua ini masih mengakui bahwa kegiatan politik adalah sesuatu yang berguna, akan tetapi pengakuan tersebut tidak dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa dan kekuatan-kekuatan politik pada faktor kedua ini.
3. Alienasi (terasing). Sikap ini berbeda dengan sikap apatis dan anomi. Alienasi merupakan sikap tidak percaya pada pemerintah, yang berasal dari keyakinan bahwa pemerintah tidak mempunyai dampak terhadap dirinya.
Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi merekap sepanjang tiga kali pelaksanaan Pilpres, jumlah golput masyarakat mencapai 23 persen. “Kalau gerak penurunan partisipasinya linier, 2014 bisa 50 persen,”