Oleh : Olivia Dwi Ayu Q
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tampak geram, setelah menelaah laporan setebal 372 halaman yang berisi laporan kejahatan HAM sistematis di Korea Utara dan ingin segera menghukum pelaku tindak kejahatan terhadap kemanusiaan yang telah dilakukan di Korea Utara.
Sebuah panel bagi upaya penyelidikan pelanggaran HAM sistematis yang terjadi di Korea Utara (Korut) dan telah terbentuk sejak Maret 2013 oleh Dewan HAM PBB, pada awal pekan bulan Februari, menyatakan bahwa akan segera meminta Mahkamah Kriminal Internasional agar menggelar persidangan pelanggaran HAM akut yang terjadi di Korea Utara.
Pernyataan panel yang kemudian diberi nama Commission of Inquiry on North Korea tersebut akan menyeret sejumlah besar pejabat penting negara komunis di Semenanjung Korea tersebut termasuk salah satu yang diincar yakni pemimpin Korea Utara., Kim Jong-un.
Dalam laporan yang berisi wawancara para saksi dan korban mengenai perlakuan yang mereka alami. Laporan pelanggaran HAM yang diterima Dewan HAM PBB, memuat nama Kim Jong-un beserta pejabat keamanan nasional berpeluang besar diseret ke Mahkamah Kriminal Internasional. Laporan tersebut disusun dari dengar pendapat publik oleh saksi mata di Seoul, Tokyo dan beberapa kota lainnya. Para petugas dari Komisi itu mengatakan 240 wawancara tertutup dilakukan dengan para korban dan saksi mata, termasuk para pembelot dari Korea Utara.
Pejabat yang diduga melanggar akan diseret karena telah memerintahkan siksaan sistematik berupa penyiksaan, pembiaran kelaparan, hingga pembunuhan yang modus operandinya serupa dengan tindak kekejaman era NAZI. Pernyataan tersebut dirilis oleh sebuah media elektronik di Jenewa yang bersumber dari salah seorang penyidik PBB yang tidak mau diungkap jati dirinya.
Komisi Penyelidikan Korea Utara dalam pernyataan resminya merilis berita bahwa pelanggaran HAM terbukti telah dilakukan secara meluas, baik di tingkat institusi maupun level atas petinggi di Korea Utara. Hal ini tidak diketahui dunia internasional karena Korea Utara, selama ini mengisolasi diri terutama sejak eskalasi ketegangan memuncak saat terjadi konfrontasi dengan Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) terkait ancaman program nuklir di Korea Utara.
Pembangunan nuklir di Korea Utara dimulai pada tahun 1965 ketika reaktor nuklir model Uni Soviet dibangun dengan tujuan awal adalah penelitian di Yongbyeon. Lima tahun kemudian mulai dibangun reaktor nuklir yang kedua. Krisis mulai terjadi karena Pyongyang menolak memberikan izin penyelidikan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).