Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberi 3 catatan kritis terkait pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden 2014 tahun ini. Persoalan besar ini dirasa AJI sudah mengkhawatirkan.
“Yang pertama adalah munculnya polarisasi yang sangat kuat di mana keberpihakan ke salah satu capres sangat terlihat. Pemilu 2004 dan 2009 ada beberapa pasangan sekarang hanya dua. Dua kubu terpolarisasi sangat kuat,” kata Ketua Umum AJI Eko Maryadi dalam diskusi “Kampanye Hitam vs Kampanye Mendidik” di Kantor KontraS, Jl Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6/2014).
Kedua, AJI menyoroti keterlibatan langsung para pemilik media yang juga petinggi di partai-partai politik. Intervensi para pemilik media ini dianggap sudah kelewatan.
“Kalau hanya perilaku ownernya tidak apa-apa tapi dia melakukan intervensi ke ruang redaksi dan itu sangat terasa,” ucap Eko.
Catatan ketiga adalah tingginya angka pelanggaran kode etik oleh wartawan. Angka yang diperoleh AJI dari Dewan Pers cukup besar dan diprediksi akan makin banyak.
“Dewan Pers sepanjang 2013-2014 menerima lebih dari 500 aduan. Cukup clear bahwa media digunakan secara berlebihan bahkan tidak beretika oleh dua timses yang bertarung,” ucap pria berkacamata ini.
Melihat tuntutan masyarakat agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menindak tegas terhadap media yang berpihak, Eko mengatakan bahwa KPI telah menegur. Namun, wewenang menutup izin siaran ada di tangan Kementrian Komunikasi dan Informatika.
“KPI bisa merekomendasikan agar kominfo tidak memperpanjang ijin. Jadi kembali ke tangan pemerintah. AJI mendorong agar kominfo tegas,” ujarnya.
http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/21/172746/2615224/1562/ini-3-catatan-kritis-aji-terkait-pilpres-2014