DALAM rangka memperingati Hari Anak Nasional dan 69 tahun Kemerdekaan Indonesia, 1.000 anak marginal berkumpul dan bermain bersama dalam acara Jambore Sahabat Anak (JSA) 2014 yang diadakan di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan.
Kegiatan perkemahan dua hari satu malam yang diselenggarakan pada 30-31 Agustus 2014 ini merupakan acara tahunan yang dilakukan oleh Sahabat Anak – sebuah yayasan sosial pemerhati kesejahteraan anak-anak marginal Jakarta dan sekitarnya – sejak 1997, dan kini telah memasuki penyelenggaraan yang ke-18 kalinya.
“Semua anak di Indonesia mempunyai potensi, termasuk adik-adik dengan latar belakang kehidupan jalanan maupun marginal. Harapan kami adalah adik-adik ini menyadari bahwa mereka pun berharga dan punya kesempatan yang sama untuk meneruskan tongkat estafet pembangunan bangsa ini,” kata Koordinator Acara JSA 2014 Verawaty Sampe.
Harapan itulah, lanjut Verawaty, yang menjadi penyemangat pihaknya dalam mempersiapkan acara ini.
Advokasi
Dipersiapkan oleh 200 relawan panitia dan melibatkan 500 relawan pendamping, JSA 2014 diikuti oleh anak-anak marginal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Medan, Palembang, Makassar, Surabaya, dan Bali. Dengan mengusung tema “Aku Anak Indonesia”, JSA kali ini juga merupakan upaya advokasi salah satu hak anak dari 10 hak anak yang dirumuskan dalam konvensi PBB pada 1989, yaitu hak untuk mendapatkan identitas kebangsaan.
Menurut data Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2012, ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial RI, lebih dari 90 persen anak jalanan di Jakarta tidak memiliki akta kelahiran.
Tanpa akta kelahiran, anak-anak marginal sangat rentan terhadap pelanggaran HAM. Tanpa akta kelahiran pula, hak asasi mereka untuk memperoleh layanan pendidikan formal hingga akses terhadap fasilitas kesehatan tidak bisa terpenuhi. Oleh karena itu, pengakuan identitas kewarganegaraan lewat pencatatan kelahiran menjadi sangat penting dan patut diperjuangkan.
Melalui JSA 2014, anak-anak marginal juga dimotivasi untuk memiliki rasa bangga akan kebangsaan mereka. Anak-anak tersebut diberi kesempatan untuk semakin mengenal budaya bangsa melalui beragam kegiatan menarik dan edukatif, seperti lokakarya budaya Nusantara (menari, melukis, bermain angklung, membatik, menanam, mendongeng, dan mengajar), menghias tenda, menuliskan pesan bagi Presiden yang baru, Festival Anak Nusantara, Panggung Hiburan, dan kegiatan lain yang bertemakan kebangsaan.
Selain itu, JSA 2014 juga menjadi puncak penyelenggaraan dan pengumuman pemenang proyek Karya Anak Indonesia (KADO) – sebuah kompetisi proyek wirausaha anak marginal – yang pertama kali diadakan 2013 lalu. KADO merupakan ajang kreativitas dan inovasi untuk mendorong pengembangan diri anak-anak marginal dalam menghasilkan karya-karya yang dapat membawa perubahan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar mereka. Setelah melewati proses evaluasi dan penjurian, dari 21 kelompok peserta KADO, dipilih tiga pemenang utama dan satu pemenang favorit. Implementasi dari proyek KADO ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menjawab permasalahan di komunitas-komunitas lokal, bahkan nasional. Beberapa bentuk proyek yang sudah dikerjakan di antaranya adalah penanganan sampah, penyediaan fasilitas umum, dan pengadaan perpustakaan keliling yang semuanya diprakarsai oleh anak-anak yang dibimbing oleh para relawan pendamping.
“Kita harus bangga dan bahagia ketika bisa melihat kegembiraan dan senyuman dari anak-anak dalam berkarya dan berkreasi, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk lingkungannya dan untuk bangsa kita,” kata Ketua Panitia JSA 2014 Rickie Arliandi.
Rickie yakin, mereka pun bangga menjadi anak-anak Indonesia. “Semoga rasa bangga itu menjadi motivasi bagi mereka untuk terus berkarya,” ujarnya
Tentang Sahabat Anak
Sahabat Anak (SA) adalah sebuah yayasan nirlaba yang digerakkan oleh para sukarelawan, memperjuangkan terpenuhinya hak-hak anak marginal dan anak jalanan di Jakarta dan sekitarnya supaya mereka tidak terus hidup di jalan dan memiliki masa depan cerah. Saat ini, SA memiliki Bimbingan Belajar (Bimbel) gratis di tujuh area Jakarta, yaitu di Prumpung, Grogol, Cijantung, Gambir, Manggarai, Tanah Abang, dan Kota Tua, serta dua sekolah nonformal untuk remaja putus sekolah. Sahabat Anak mendukung kampanye “Stop Beri Uang, Jadilah Sahabat Anak”.
Gerakan yang dirintis sejak 1997 tersebut dimulai oleh sekelompok pemuda yang menjalin persahabatan dengan anak-anak kaum marginal melalui acara tahunan Jambore Anak Jalanan (sekarang dikenal sebagai Jambore Sahabat Anak). Selama lebih dari 17 tahun keberadaannya, selain Bimbel, sekolah nonformal, dan TK/PAUD anak jalanan – SA juga secara rutin melakukan pembagian makanan/minuman bergizi, pengobatan gratis, kelas keterampilan (komputer, kuliner, musik, pertanian) serta pembekalan wirausaha.
(Bambang Isti/CN 25)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/layar/2014/08/14/1180