Melihat dari sudut pandang adanya rencana pemerintah yang akan membangun beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkekuatan 20.000 megawatt, dengan menggunakan batubara, yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pertanyaannya adalah apakah keputusan pemerintah itu sudah tepat? Dan apakah pemerintah bisa menjamin rencana jangka panjang tersebut tidak berdampak lebih buruk pada lingkungan hidup? Dan apakah Indonesia tidak punya pilihan lain/ alternatif energi lain? Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan Indonesia mempunyai cadangan batubara sampai 35 miliar ton. Dan sampai dengan saat ini alternatif utama masih menggunakan batubara, Indonesia tidak mempunyai pilihan lain selain menggantungkan batu bara sebagai tulang punggung untuk pembangkitan listrik. Menurut kalangan pencinta lingkungan sampai kepada masyarakat yang terkena dampak langsung akibat dari pembangunan PLTU secara terang-terangan MENOLAK pembangunan mega proyek tersebut. Dua orang warga Kabupaten Batang – Jawa Tengah, menggelar kampanye di Jepang selama pekan ini untuk menolak pembangunan mega proyek PLTU di Batang. Mega proyek PLTU Batang itu senilai US$ 4 miliar dan diklaim dapat mengurangi dampak krisis listrik Indonesia namun ditolak beberapa pihak karena dianggap dapat merusak lingkungan. Yang diinginkan warga Batang adalah bukan penundaan, tapi pembatalan pembangkit listrik tenaga batubara ini ” kata aktivis Greenpeace, Arif Riyanto yang mendampingi warga Desa Karanggeneng dan Ponowareng – Kabupaten Batang, selama di Jepang atas undangan sejumlah pegiat LSM lingkungan Jepang. Mereka khawatir dampak kerusakan pada pembangunan sejumlah PLTU di berbagai wilayah Indonesia terulang di wilayahnya. Seperti yang terjadi di Kabupaten/Kota Cirebon, hancurnya sektor perikanan karena dekat dengan area PLTU Cirebon, dan juga mereka melihat dampak kesehatan yang luar biasa parah di Kabupaten Cilacap, oleh karenanya sikap kontra ditunjukan masyarakat Kabupaten Batang dan para penggiat LSM. Akibat penolakan ini, rencana pembangunan PLTU berbahan batubara terbesar di Asia Tenggara ini terbengkalai pembangunannya semenjak dua tahun silam. Namun Pemerintah Indonesia menegaskan akan tetap membangun proyek yang melibatkan pemerintah Jepang ini.
Penuturan dari Wakil Menteri energi dan sumber daya mineral (Kem.ESDM), Susilo Siswoutomo. Sejumlah laporan menyebutkan, masih ada 13% lahan yang belum bisa dibebaskan di sekitar lokasi pembangunan PLTU Batang. Proyek tersebut tetap akan dilanjutkan, kalau misalnya pemerintah kabupaten Batang bisa menyelesaikan pembebasan lahan yang masih terkendala, berdasarkan keputusan rapat koordinasi Kementerian Ekonomi pertengahan Agustus 2014 menyiapkan dua opsi terkait kendala pembangunan proyek di lahan seluas lebih dari 300 hektar. Pertama, pemerintah tetap akan menyelesaikan secara persuasif terhadap penolakan proyek ini. Kedua, PLN diberi tugas untuk mengkoordinasi persoalan pembebasan lahan. Di sisi lain, pemerintah menyiapkan opsi pembangunan PLTU di tempat lain.”Secara pararel pembangunan PLTU di Jawa Tengah tetap akan dilanjutkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membenarkan pihaknya telah memiliki sejumlah opsi pembangunan PLTU di tempat lain, menyusul aksi penolakan warga Kabupaten Batang.
Ketergantungan dunia termasuk Indonesia terhadap energi batubara sejak awal menjadi keprihatinan para aktivis lingkungan. Para ahli menyebut batubara berperan besar pada persoalan pemanasan global yang terjadi saat ini. Melihat kondisi dari inilah, pemerintah diminta lebih arif dan bijaksana menanggapi permasalahan pengelolaan energi dan sumber daya mineral, dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang bersifat mengikat (asas Lex Dura Set Tamen Scripta yaitu “Undang – undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat”) idealnya pemerintah harus konsisten terhadap konstitusi.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota bersinergi untuk memberikan solusi terhadap permasalahan pembangunan PLTU dan pertambangan batubara, yang tidak lepas dari kelonggaran aturan hukum yang seolah terjadi pembiaran-pembiaran, serta tingkat kesadaran para pengusaha batubara di Indonesia yang tidak mengedepankan kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan. Disamping itu Pemerintah dan DPR duduk bersama untuk membahas tentang aturan yang lebih khusus tentang pengelolaan Sumber daya Alam (SDA). Mudah-mudahan masa transisi dan kepemimpinan baru dan lahirnya pemimpin baru adalah tahun penentuan bagi Indonesia. Saatnya Presiden terpilih untuk 100% meninggalkan jalur ekonomi yang mengandalkan eksploitasi alam sehingga merugikan masyarakat lokal juga meninggalkan jejak kerusakan alam.