Jakarta – Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, melalui Direktorat Penguatan melakukan kunjungan ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Bandung dalam rangkaian kegiatan Pelatihan HAM bagi siswa dan siswi SMA, SMK, dan MA DKI Jakarta pada Jum’at (14/8).
Dalam kesempatan tersebut, para peserta pelatihan dapat melihat langsung bagaimana proses pembinaan bagi anak berhadapan dengan hukum di LPKA.
Maksud dari kegiatan tersebut agar para peserta pelatihan dapat memahami tentang hak dan kewajiban sebagai seorang anak, sehingga pada saat mendapatkan haknya juga diikuti melakukan kewajiban, pasalnya antara hak dan kewajiban haruslah tetap beriringan.
Senada dengan hal tersebut pada saat acara pembukaan, Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi mengatakan, “seorang harus memahami hak dan kewajibannya, agar tidak melanggar hak-hak orang lain. Misalnya, benar bahwa negara menjamin orangtua adik-adik (peserta-red) untuk melaksanakan haknya, berupa hak untuk mendapatkan penghasilan yang layak melalui berjualan sayur dan menjualnya di trotoar. Namun, perlu dilihat juga bahwa akibat dari berjualnya berdampak pada terlanggarnya hak-hak orang lain sebagai pengguna jalan”.
“Mendapatkan haknya itu boleh, karena itu (berjualan-red) merupakan aktivitas dalam menyambung hidup, tetapi kalau dengan melaksanakan hak tersebut dikhawatirkan merenggut hak-hak orang lain, maka hak tersebut harus disesuaikan. Misalnya, berjualannya tidak di trotoar, tetapi di pasar atau tempat-tempat lain yang sudah ditetapkan pemerintah”, imbuhnya.
Oleh karena itu, kegiatan mengajak anak-anak berkunjung ke LPKA merupakan hal yang tepat. Selain belajar mengenai aktivitas warga binaan di LPKA Anak di Bandung sebagai akibat dari telah dilanggarnya hak-hak orang lain, anak-anak juga perlu memahami bahwa image penjara bukanlah seburuk yang dibayangkan oleh mereka selama ini.
Selama menjadi warga binaan, mereka tetap diberikan hak-hak mereka, seperti pemenuhan hak atas hiburan, pengembangan diri, hak-hak dasar, bahkan hak atas pendidikan-pun sudah diberikan dengan baik. contohnya, sarana prasarana yang sudah sangat memadai, tenaga pengajar bekerjasama dengan dinas pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kebutuhan berupa buku serta perpustakaan juga sudah disediakan.
Menurut salah satu peserta yang ikut berkunjung kesana, Aisyah Ramadhanti Hemas dari SMAN 22 Jakarta, “ kehidupan anak-anak disini (LPKA-red) memang lebih baik dari lapas lainnya yang sudah saya kunjungi, tempatnya lebih bagus. Namun, yang membuat saya miris adalah dari 147 warga binaan tersebut yang suka ditengok orangtuanya hanya 19 orang,” menurutnya.
“Walaupun tempatnya indah tetapi kekebasan mereka tetap terbatasi dan ini menjadi pembelajaran buat para pengunjung agar tidak berbuat tindak pidana,” imbuhnya.
Dalam acara tersebut secara spontan, salah satu peserta dari SMAN 68 Jakarta, Silmi memberikan gitar kesayangannya kepada salah satu warga binaan di sana karena merasa iba terhadap warga binaan di sana.
Sebelum berlakunya undang-undang 11 tahun 2012, tempat pembinaan bagi anak dinamakan lapas anak dan setelah berlaku UU tersebut menjadi LPKA. Kegiatan di LPKA tersebut diikuti oleh 30 peserta pelatihan dan didampingi oleh Kasubdit Penguatan HAM Wilayah I, Darsyad; Kasubdit Penguatan HAM Wilayah II, Eva Gantini beserta anggota Koppeta HAM. Acara tersebut diakhiri dengan makan bersama dan pentas seni oleh anak-anak LPKA dan juga peserta pelatihan. (ion)