Jakarta, ham.go.id – Banyaknya kasus terhadap anak seperti kekerasan dan Bullying akhir-akhir ini menjadi permasalahan yang seolah-olah rasa aman bagi anak semakin hilang. Semestinya, pada usia yang masih belia, seorang anak menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain tanpa ada gangguan yang serius. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian dari sema pihak.
“Pada prinsipnya, tindakan kekerasan dan bullying pada anak tidak dapat diterima, karena secara konstitusional, Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia 1945 menjelaskan bahwa anak adalah subyek dan warga negara yang berhak atas perlindungan dari serangan orang lain, termasuk menjamin peraturan perundang-undangan termasuk undang-undang yang pro terhadap anak,” menurut Kasubdit Penguatan HAM Wilayah II Eva Gantini di sela-sela acara Penguatan HAM Bagi Guru di Hotel Aston, Jakarta Utara pada Rabu-Jum’at (4-6/11).
Dalam acara penguatan HAM yang dihadiri perwakilan guru se-Jabotabek tersebut, Eva menekankan pentingnya Guru untuk memastikan anak didiknya mendapatkan rasa aman untuk tumbuh dan berkembang, khususnya pada saat di lingkungan sekolah.
“Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup (rights to live and survive), tumbuh, dan berkembang (rights to develop), serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi, oleh sebab itu para guru wajib untuk mentaatinya, bukan karena kapasitas sebagai aparatur pemerintah atau guru, melainkan sebagai sesama manusia,” imbuh Eva.
Sebagaimana kita ketahui bersama, kekerasan dan bullying marak terjadi baik di sekolah maupun di rumah. Banyak anak-anak yang mengaku diperlakukan secara tidak semestinya oleh gurunya. Misalnya, demi mengajarkan kebaikan, anak-anak dihukum dengan cara dipukul tangan atau rotan, diteriaki dan dibentak, dilempar kapur atau penghapus papan tulis. Bahkan, anak perempuan atau laki-laki dilecehkan secara seksual. Oleh karenanya, acara ini juga penting untuk memberikan kepastian kepada guru rambu-rambu mana yang boleh dilakukan ketika memberikan hukuman bagi anak.
“Kekerasan dan Bullying pun tak hanya dilakukan para guru, tapi juga oleh teman sebaya atau kakak kelasnya. Misalnya diejek terus-menerus, dimintai uang secara paksa, berkelahi di luar pintu gerbang, dan sebagainya,” pungkas Eva.
Kasus anak tersebut juga mengundang perhatian salah satu komunitas sosial Yayasan Sahabat Kertas. Oleh karenanya, Doni sebagai ketua Sahabat Kertas dalam beberapa kali kesempatan turut serta dalam memberikan bantuan baik berupa saran maupun bantuan secara langsung seperti dalam kegiatan ini dengan memberikan doorprise serta beberapa waktu lalu dengan memberikan dana sosial ke Komunitas Pemuda Pelajar Pegiat (Koppeta) HAM Bandung. (ion)