Jakarta, ham.go,id – Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Oleh karenanya, setiap ABH wajib diupayakan Diversi pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di Pengadilan Negeri.
Menurut Kasubdit Diseminasi dan Penguatan HAM Wilayah I, Darsyad “ Diversi merupakan HAK anak untuk dipenuhi oleh Penegak Hukum, pada tiap tingkatannya, baik penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri”, ungkapnya dalam memberikan Materi Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bagi Aparat Penegak Hukum bertempat di Balai Diklat Kejaksaan RI, pada Selasa (24/2).
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. “Jadi tidak harus semua perkara yang melibatkan anak harus berakhir di Pidana, karena bagaimanapun mereka (anak-red) merupakan aset bangsa ini kedepannya”, imbuh Darsyad.
Oleh sebab itu, menurut Darsyad perlu adanya sinergi antar Penegak Hukum, baik Hakim, Jaksa, Polisi, Bapas, Tenaga Kesejahteraann Sosial, dan lain sebagainya, agar adanya kesamaan persepsi mengenai memandang perspektif anak.
“Kita semua disini, Bapak Ibu sekalian para Penegak Hukum saya yakin secara materi sudah sangat mahir, bahkan dilapangan-pun sangat mumpuni. Namun, itu semua tidak akan berjalan dengan baik, kalau diantara kita tidak ada kesamaan persepsi dalam menangani perkara anak”, Ungkapnya
Persamaan persepsi dibutuhkan tidak hanya selama dalam kegiatan Diklat saja, namun setelah diklat selesai itu yang utama. “ Melalui orientasi ini, kita harus sepakat dahulu mengenai anak. apa-apa yang menjadi kesepakatan kita dalam menangani anak menjadi perhatian untuk dilaksanakan pada saat dilapangan. Sehingga, antara didalam dan diluar diklat kita semua mampu mengaplikasikan sesuai tupoksinya”, pungkas Darsyad.(ion)