Oleh: Wahyono*
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Semua manusia memiliki martabat dan derajat yang sama di semua sendi kehidupan, dan memiliki hak-hak yang sama pula di hadapan hukum maupun dalam bidang apapun tanpa terkecuali. Derajat manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya, bukanlah berasal dari sebuah pemberian ataupun hadiah sesama manusia. Dengan demikian semua manusia bebas mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat, jernih dan bermartabat. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Sebagaimana definisi menurut UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi manusia tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik hak yang dimiliki manusia ini tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tidak ada yang paling penting antar karakteristiknya, oleh karenanya karakteristik HAM bersifat saling mengikat antar komponen. Pertama, bersifat Universal (universality). Artinya universalitas hak tidak dapat berubah atau tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang. Hak asasi bersifat umum, semua orang tanpa terkecuali, mendapatkannya secara cuma-cuma dan bukan karena kedudukan atau jabatan yang diembannya. Kedua, martabat manusia (human dignity). Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan dimiliki setiap manusia di dunia tanpa terkecuali, dari dalam kandungan hingga manusia tersebut mati. Prinsip HAM ditemukan pada pikiran setiap individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis, ras, gender, orientasi seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial lainnya. Setiap manusia, oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya. Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis.
Ketiga, kesetaraan (equality). Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan bahwa ”setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya”. Keempat, Non diskriminasi (non-discrimination). Non diskriminasi terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran atau lainnya. Kelima, Tidak dapat dicabut (inalienability). Hak-hak individu tidak dapat direnggut, dilepaskan dan dipindahkan. Namun, hak asasi manusia dapat dibatasi sepanjang untuk alasan yang dibenarkan menurut hukum yang berlaku pada suatu negara, misalnya apabila seseorang melakukan tindak pidana, dengan ancaman kurungan penjara. Artinya, hak-hak asasi warga binaan yang dipenjara tidak lantas tidak dapat dikurangi, seperti hak mendapat hiburan, berwisata, bahkan makan dan minum-pun semua dibatasi.
Keenam, Tak bisa dibagi (indivisibility). HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya, ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat martabat manusia. Pengabaian terhadap satu hak akan menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hak tersebut merupakan hak dasar bagi setiap orang agar bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan. Ketujuh, Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence). Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Misalnya, apabila hak terhadap pendidikan tidak didapat seseorang, maka akan berdampak pada hak memperoleh pekerjaan, berimplikasi terhadap hak atas kesejahteraan dan tentu berpengaruh terhadap hak hidup secara layak. Oleh karena itu pelanggaran terhadap suatu hak akan saling bertalian, hilangnya satu hak mengurangi hak lainnya.
Terakhir, Tanggung jawab negara (state responsibility). Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi. Bahkan, di Indonesia sendiri hal ini ditegaskan lagi melalui kebijakan Presiden Jokowi melalui Nawacita, bahwa negara harus hadir kepada segenap warga negaranya, melalui serangkaian instrumen HAM yang disahkan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, masyarakat dalam hal ini, harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen-instrumen HAM. Seandainya pemerintah gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau adjudikator (penentu) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku.
*) Penulis aktif dalam menulis modul pelatihan bagi pelajar SMA/SMK/MA sederajat dan aparatur pemerintah, aktif juga dalam kegiatan kemasyarakatan dan sosial, saat ini penulis sebagai pegawai di Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia.