Medan, 8 Mei 2017. Menurut Global Peace Index 2015 (p. 81) “Positive Peace is defined as the attitudes, institutions and structures which create and sustain peaceful societies. These same factors also lead to many other positive outcomes which society feels are important. Therefore Positive Peace is described as creating the optimum environment for human potential to flourish.” Kondisi aman, atau dalam paradigma studi konflik disebutkan sebagai kondisi damai, melibatkan berbagai kondisi lingkungan yang mendukung terciptanya perdamaian yang dicita-citakan. Perwujudan kondisi damai oleh sebab itu memerlukan cara pandang yang baru dari pemerintah terkait perlindungan hak atas rasa aman, dalam hal ini norma dan nilai dari sudut pandang hak asasi manusia dapat memberikan alternatif rujukan.
Secara konstitusional, Pasal 28G (1) UUD NRI Tahun 1945 menggariskan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Berdasarkan norma konstitusi ini, dapat diasumsikan bahwa konsep hak rasa aman memiliki kaitan dengan perlindungan diri pribadi dan keluarga baik dalam konteksi integritas fisik maupun psikis, termasuk di dalamnya harta benda yang dikuasai.
Lebih lanjut, pengaturan tentang hak konstitusional tersebut dapat dilihat dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Pada Bagian Keenam UU tersebut dengan judul Hak atas Rasa Aman, tercermin bahwa komponen hak tersebut melibatkan berbagai macam hak asasi manusia lainnya, meliputi: hak mencari suaka dan perlindungan politik dari negara lain (Pasal 28), hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi (Pasal 29), hak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30), tidak boleh diganggunya tempat kediaman siapapun (Pasal 31), kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat (Pasal 32), hak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya, dan hak untuk bebas sari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa (Pasal 33), hak untuk tidak ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenag-wenang (Pasal 34), hak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tentram (Pasal 35).
Dalam rangka mencari gambaran perlindungan HAM yang diberikan kepada 2333 orang pencari suaka dan/atau pengungsi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini di wilayah Sumatera Utara dengan organisasi internasional maka tim dari Bidang HAM Kanwil Sumatera Utara melakukan kunjungan koordinasi dengan UNHCR di Wilayah Hukum Kanwil Sumatera Utara. Tim disambut baik oleh Mr. Ardi Sofinar Protection Associate United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Medan.