Simposium Internasional DJOP di Bangkok

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Jenderal HAM menghadiri undangan Simposium Internasional dari Department of Juvenile Observation and Protection (DJOP) dan The Office of Justice Affairs under Ministry of Justice of Thailand membahas ‘On The Diversion Restorative Justice and The International Conference’ di Bangkok (26-28/6).

Simposium internasional yang dilakukan oleh DJOP didukung oleh UNICEF, The Internasional Juvenile Justice Observatory (IJJO), Asia Pacific Council for Juvenile Justice (APCJJ), dan ASEAN Council Women and Children (ACWC) yang dihadiri oleh polisi, jaksa, hakim dari Kementerian Pengadilan Thailand, perwakilan institusi atau organisasi dari negara-negara di Asia Pacific dan ASEAN, dan Indonesia. Wakil Indonesia dihadiri oleh, Kasi Kerja Sama Regional, Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Olivia Dwi Ayu.

Tema acara adalah untuk mendorong, memajukan dan mengimplementasikan UN Model Strategies and Practical Measures on The Elimination of Violance Against Children dalam menangani anak bermasalah dengan hukum. Dalam simposium ini, peserta bertemu, berdiskusi dan belajar dari berbagai ahli atau pembicara dan berbagai langkah terbaik untuk memastikan anak yang bermasalah dengan hukum terlindungi.

Dalam sambutannya Direktur DJOP menjelaskan maksud acara ini untuk meningkatkan kapasitas aparatur penegak hukum dalam pidana anak, mendorong implementasi UN Model dalam penanganan anak yang bermasalah dengan hukum dan konvensi hak anak, dan menyamakan persepsi mengenai isu, konsep, ruang lingkup mengenai diversi yang sejalan dengan norma nasional dan standar internasional.

Simposium internasional yang berlangsung 3 hari ini menghasilkan rekomendasi umum untuk Indonesia mengenai penghentian kekerasan terhadap anak. Pertama, perlindungan anak di Indonesia dinilai sudah cukup baik, terutama dalam sistem peradilan pidana anak. Indonesia sudah mempunyai Undang-undang No. 11 tahun 2012. Untuk operasional, dari 6 Peraturan Pemerintah ada 4 aturan sedang menunggu penandatanganan Presiden. Kedua, sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak masalah umur anak yang dikenakan hukuman pidana yaitu 12 tahun, diharapkan memperhatikan standar internasional yaitu 16 tahun. Ketiga, Indonesia sebagai salah satu anggota dari IJJO diharapkan berperan aktif dalam setiap pertemuan regional. Tahun 2018 pada pertemuan ketiga, Indonesia di promosikan sebagai tuan rumah. Keempat, Pentingnya keterlibatan masyarakat atau pihak lain dalam proses penyelesaian dan pemulihan anak yang bermasalah dengan hukum.

Simposium ditutup oleh Cedric Foussard dari IJJO, yang menjelaskan program kedepan terkait dengan peradilan pidana anak, seperti; Berbagi pengalaman dalam implementasi Restorative Justice, Membangun strategi untuk memastikan hak anak dilindungi dengan cara memberikan investasi dalam reformasi program peradilan pidana anak, advokasi pada tingkat internasional dan regional, Memajukan kerja sama yang berkelanjutan dengan berbagai pihak, dan membentuk kelompok kerja.(sa)

Post Author: operator.ks1