Taruna dan Taruni Poltekim Antusias Ikuti Kuliah Umum Konvensi Anti penyiksaan

Depok, ham.go.id – Di hadapan 350 taruna/taruni Politeknik Ilmu Keimigrasian, Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia, Bambang Iriana Djajaatmadja, memaparkan mengenai Konvensi Anti penyiksaan. “Hak bebas dari penyiksaan secara khusus diatur perlindungan dan pencegahannya dalam Konvensi Anti penyiksaan yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dan diadopsi menjadi sebuah instrumen nasional yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998,” tutur Bambang dalam kuliah umum Konvensi Anti penyiksaan di BPSDM Kemenkumham, Selasa (15/1).

Bambang menyampaikan bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi atau juga dikenal dengan istilah negara pihak (state party) Konvensi Anti penyiksaan (UNCAT), Indonesia memiliki sejumlah kewajiban. Bambang mencontohkan, berdasar pasal 10 UNCAT, Indonesia wajib melakukan diseminasi mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya dimasukkan dalam pelatihan bagi para aparat penegak hukum.

Sebagaimana yang diketahui Direktorat Jenderal Imigrasi memiliki kewenangan dalam pengelolaan rumah detensi imigrasi (rudenim). Seiring dengan besarnya arus pengungsi, rudenim menjadi perhatian media massa. Salah satu wacana yang mengemuka beberapa waktu lalu di media adalah berkenaan dengan perlakuan petugas imigrasi di rudenim yang diduga belum lepas dari unsur kekerasan.

Adanya potensi terjadinya penyiksaan di rudenim, menurut penasihat senior Human Right Watch Group (HRWG) Rafendi Djamin, tidak dapat dipungkiri. “Oleh karenanya, (taruna/taruni sebagai calon) petugas keimigrasian sangat penting untuk mengetahui ketentuan dan aturan serta Konvensi Anti penyiksaan agar praktik-praktik penyiksaan tersebut dapat dihindari,” kata Rafendi Djamin yang turut menjadi pembicara dalam acara kuliah umum tersebut.

Rafendi menegaskan UNCAT tidak hanya menyoal ke kerasan fisik. “perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat orang lain adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” ungkap lelaki yang sempat menjabat perwakilan Indonesia untuk perwakilan AICHR (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights).

Sejatinya, menurut Direktur Politeknik Ilmu Keimigrasian, Pramella Yusnidar Pasaribu, Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi) telah melakukan serangkaian inovasi guna meningkatkan kepuasan layanan pada publik. “inovasi adalah hal penting dalam pelayanan publik, terutama terkait penyediaan layanan publik yang didasarkan pada prinsip-prinsip HAM,” ujar Direktur POLTEKIM dalam paparannya.

“Salah satu langkah nyata pemerintah dalam hal layanan publik adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Layanan Publik Berbasis HAM. Diakui peraturan tersebut mendorong munculnya kesadaran para petugas keimigrasian untuk semakin peka terhadap hak-hak kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, ibu hamil dan menyusui, serta orang-orang yang telah lanjut usia”, ungkap Pramella.

Acara kuliah umum ini merupakan kerja sama antara Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (DJHAM) dan Kedutaan Besar Swiss. Acara kuliah umum di hadapan para calon petugas imigrasi tersebut dilaksanakan pada hari kedua dari keseluruhan rangkaian kegiatan. Para taruna/taruni tampak antusias sepanjang kuliah umum berlangsung. Sejumlah pertanyaan yang sangat berkaitan dengan kinerja petugas imigrasi diajukan oleh para taruna/taruni.

“Beberapa peserta yang merupakan pejabat di rudenim menyatakan minat untuk melakukan kegiatan dengan tema serupa,” pungkas Kepala Seksi Kerja Sama Bilateral, Gina Santiyana, selaku panitia penyelenggara.

Post Author: operator.info2