Jeju, Korea Selatan, ham.go.id – Direktorat Jenderal HAM mengikuti kegiatan Workshop Meningkatkan Pendekatan yang Berpusat pada Korban: Identifikasi, Bantuan dan Perlindungan Korban Perdagangan di Wilayah Asia Pasifik, di Jeju, Korea Selatan (Workshop Enhancing a Victim-Centered Approach : Identification, Assistance and Protection of Trafficking Victims in the Asia Pacific Region). di Jeju, Korea Selatan. (2-5/4)
Workshop Enhancing a Victim-Centered Approach : Identification, Assistance and Protection of Trafficking Victims in the Asia Pacific Region di UNITAR CIFAL Jeju/Jeju International Training Center (JITC) di Jeju, Korea selatan ini merupakan kerja sama antara UNITAR CIFAL Jeju/JITC dan Regional Support Office of the Bali Process (RSO). Peserta pada workshop ini terdiri dari 28 orang dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik yaitu ; Bangladesh, Kamboja, Filipina, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam.
Peserta berasal dari beragam instansi, baik dari lembaga pemerintahan, yudikatif, kepolisian, maupun organisasi masyarakat sipil (OMS). Pada kesempatan ini Indonesia diwakili oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Fadhly Ahmad Bachmid dan Derian Antonio Daniswara dan Kemenkumham cq. Ditjen HAM, Ibrahim Reza.
Kegiatan diawali sambutan dari H.E. Ambassador Kyung Hun Sul (Direktur UNITAR CIFAL Jeju/JITC) yang mengharapkan agar di akhir workshop ini peserta dapat memahami situasi dan dinamika terbaru mengenai perdagangan orang di kawasan Asia Pasifik. Acara dilanjutkan dengan pembukaan dari Michael Odgers (Co-manager RSO of the Bali Process) yang menyampaikan “betapa penting dan strategisnya peran RSO dalam menghapus dan memerangi perdagangan orang, sesuai dengan tujuan dari Bali Process”ujarnya.
Pada hari pertama, workshop diawali dengan pembahasan mengenai topik Introduction to “Victim Centered Approach’’ in Human Security yang disampaikan oleh Program Coordinator RSO, Mr. Ali Reza. Dalam sesi ini para peserta mempelajari tiga hal utama yaitu ; tingkat-tingkat perlindungan korban, ruang lingkup asistensi/bantuan bagi korban, serta 3Ps (Prevention, Protection, Presecution) dan VCA. “Dalam rangka memberikan bantuan bagi korban perdagangan orang, negara diharapkan mempertimbangkan pelibatan multi-stakeholders, kemitraan strategis dan kerja sama internasional”ujarnya.
Pembahasan dilanjutkan oleh Mr. Jonathan Martens ( Senior Migrant Protection Specialist dari IOM Regional Office di Bangkok) mengenai “Victims of Trafficking and Refugees within Human Rights Framework” dan “Identifying Victims of Trafficking”. Dalam sesi berikutnya, para peserta diberikan contoh-contoh kasus perdagangan orang untuk didiskusikan bersama. “Mengidentifikasi suatu korban perdagangan orang ternyata tidak mudah, kita harus melihat seluruh unsur-unsur dari perdagangan orang pada Konvensi Internasional” katanya.
Hari pertama workshop ditutup dengan penjelasan mengenai “3Ps : The Global Approach to addressing trafficking in Persons and Key Challenges “ oleh Ms. Marika McAdam (Consultant RSO), dalam hal ini beliau menjelaskan “untuk mencapai suatu penanganan kasus perdagangan orang yang efektif, pendekatan “3Ps” ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Selanjutnya, juga dijelaskan bahwa kemiskinan bukan merupakan akar penyebab dari perdagangan orang, melainkan karena adanya kesempatan untuk melakukan kejahatan tersebut.”pungkasnya.
Pada hari kedua worshop diawali dengan pembahasan mengenai “Refugee Protection in the Context Human Traffiking” oleh Prof. Heisoo Shin dari Ewha Women University, dalam sesi ini para peserta mempelajari berbagai hukum atau konvensi terkait yang merujuk pada status pengungsi termasuk perlindungan dan kebutuhan khusus mereka. Pembicara selanjutnya Prof. Eunmie Lim dari Ewha University mengangkat topik mengenai “Assistance to Victims of Trafficking and Refugees in the Context of Return and Reintegration with a Special Focus on Women Victims in Fragile Conditions” yang mengacu pada reintegerasi korban perdagangan orang dan pengungsi yang mencangkup pentingnya konteks gender untuk menghindari terjadinya penyintas.
Pembicara selanjutnya Mr. Sundara Sem (Deputy Directors of Central Department of Justice Police) yang membahas mengenai “Cambodia’s Policy on Human Trafficking” yang memperlihatkan bagaimana upaya Kamboja dalam melawan perdagangan orang. Selanjutnya juga dibicarakan materi tentang “A Victim-Centered Approach to Effective Prosedution of Human Trafficking Cases” dimana dapat dilihat bagaimana kasus perdagangan orang yang diadili melalui pendekatan korban.
Hari kedua workshop ditutup dengan materi ‘’Cooperation and Collaboration among Different Stakeholders including Civil Society in Protection of Victims of Trafficking’’, oleh Cornelius L. Bruser (Regional Advisor for Asia Pacific on Migration ICRC, Bangkok) disini para peserta mempelajari tentang gerakan internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan peran mereka dalam melindungi para korban perdangan manusia.
Pada hari ketiga, peserta belajar memahami mengenai hubungan (nexus) antara perdagangan orang dan pekerja paksa (forced labour). Sesi ini disampaikan oleh Mr. Ali Reza (Programme Coordinator of RSO). Selain itu, peserta juga mempelajari mengenai pembagian informasi lintas batas dalam rangka melakukan pencegahan kejahatan perdagangan orang. Sesi ini menggambarkan bagaimana information sharing untuk mencegah perdagangan orang, prinsip-prinsip information sharing, tujuan information sharing, dan cara-cara melakukan information sharing. Dalam hal ini terdapat prinsip-prinsip yang penting dalam information sharing yaitu, RAAPT (Relevance, Accuracy, Accountability, Partnership, Timeliness).
Sesi selanjutnya, membahas mengenai peran dan kontribusi proses konsultatif regional dalam melawan kejahatan perdagangan orang. Proses konsultatif regional memiliki beberapa capaian antara lain, meminimalisir aspek-aspek negative dari migrasi, mengakui dan memperkuat efek-efek positif dari migrasi, melindungi hak-hak pekerja migrant dan memastikan kesejahteraan mereka. Dalam sesi terakhir di hari ketiga, para peserta belajar mengenai The Online CityShare Platform. UNITAR CIFAL Jeju bekerja sama dengan Green Technology Center mengembangkan sharing platform untuk berbagi ilmu pengetahuan antar sesama peserta dan melihat sejauh mana perkembangan rencana aksi yang dilakukan oleh peserta sebagai sarana evaluasi bagi penyelenggara.
Pada hari terakhir Workshop, peserta melakukan kunjungan lapangan ke tempat-tempat bersejarah di Pulau Jeju dimana pulau ini ditetapkan sebagai pulau perdamaian dan terdapat situs-situs bersejarah yang ditetapkan oleh UNESCO. Peserta berkunjung ke situs-situs eks Perang Dunia II dan melihat bagaimana pemerintahan Jeju mengembangkan dan merehabilitasi tempat-tempat tersebut.
Workshop ini sangat baik untuk menambah dan mengasah wawasan mengenai pencegahan dan penanganan human trafficking, terutama di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, para peserta diminta untuk meningkatkan penelitian terkait perdagangan orang di masing-masing instansi dan mendorong pembentukan national referral mechanism (NRM) pada masing-masing negara dengan mengadopsi contoh-contoh baik yang sudah ada.(sa)