Jakarta, ham.go.id – Dalam rangka menganalisis peraturan perundang-undangan dan mengintegrasikan materi muatan HAM dalam setiap regulasi dan kebijakan agar selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 24 tahun 2017, Direktorat Instrumen HAM menyelenggarakan kegiatan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dengan pembahasan awal dengan internal pegawai Direktorat Jenderal HAM (Senin, 27/7).
Mewakili Direktur Instrumen HAM, Kasubdit Instrumen Ekosob, Farida W Ghifari menyampaikan bahwa tujuan dari RUU PPRT adalah meningkatkan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sebagai pekerja dan warga negara, memberikan pelindungan kepada pemberi kerja, mencegah segala bentuk diskriminasi, ekspoitasi dan pelecehan terhadap PRT, meningkatkan keahlian dan ketrampilan PRT, serta mengatur hubungan kerja yang harnonis dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Di samping itu jumlah PRT yang menurut survey ILO dan Universitas Indonesia pada tahun 2015 telah mencapai angka 4.2 juta (tren meningkat setiap tahun) dan angka ini cukup besar untuk terus mendapatkan pelindungan. Secara kuantitas jumlah Pekerja Rumah Tangga di Indonesia cukup tinggi di Asia dibandingkan India 3,8 juta dan Filipina hanya 2, 8 juta. Di samping itu presentase PRT mayoritas perempuan (84 %) dan anak-anak (14%) yang rentan ekspoitasi dan resiko human trafficking.
Lebih lanjut disampaikan dalam perjalanannya RUU PPRT telah masuk sejak tahun 2004 -2009 telah masuk prolegnas, pada tahun 2009 masuk prolegnas tahunan dari tahun 2010 -2014, pada periode 2014 -2019 masuk prolegnas waiting list dan pada tahun 2020 masuk RUU prioritas dan diharapkan Ditjen HAM menjadi bagian penting dalam pembahasan RUU ini.
Hal-hal yang dibahas dalam kegiatan tersebut antara lain tim analisis subdit ekosob mencatat substansi ham dari 28 hak yang ada dalan permenkumham 24/2017 lingkupnya ada 17, isunya PPRT sangat luas. Berdasarkan analisis dalan RUU PPRT ini dapat dibagi dalam tiga bagian yakni hak dan kewajiban PRT, hak dan kewajiban pemberi kerja dan pemerintah. Di samping itu perlu juga dicermati hal-hal krusial dalam RUU ini misalnya upah PRT beberapa provinsi yang berbeda, sanksi terhadap agen yang mempekerjakan pekerja anak, perjanjian kerja, mekanisme sanksi untuk penyalur PRT yang tidak sesuai dan memasukkan legal justice dalam RUU, penyesuaian dengan UU PKDRT, UU Ketenaga kerjaan dan regulasi lainnya.
Dijadwalkan dalam pertemuan berikutnya akan membahas beberapa pasal yang penting dalam RUU ini seperti pelatihan dan pendidikan, peran pemerintah daerah, fungsi pengawasan lainnya. (ab)