Ditjen HAM Mewakili Kemenkumham Hadir dalam Rapat Persiapan Sidang Dewan HAM PBB ke-46

Jakarta, ham.go.id – Sebagai Persiapan Sidang Dewan HAM PBB Sesi ke-46 akan diselenggarakan tanggal 22 Februari – 23 Maret 2021 di Jenewa, Swiss, Kementerian Luar Negeri melalui Ditjen Kerjasama Multilateral mengadakan rapat persiapan dengan mengundang beberapa K/L terkait diantaranya KSP, Kemenko Pulhukam, Kemenkumham, KPPPA, Kemenag, Kemensos, Kemenhan, Mabes TNI, Polri, dan Kejagung. Ditjen HAM hadir mewakili Kemenkumham pada rapat tersebut dengan diwakili oleh Direktur Instrumen HAM dan Direktur Kerjasama HAM, Ditjen HAM, Selasa (9/2).

Dalam sesi pembuka dijelaskan secara singkat terkait mekanisme Sidang Dewan HAM PBB Sesi ke-46 tahun ini yang dilselenggarajan dalam situasi pandemi. Persidangan akan diawali oleh High Level Segment (HLS) yang akan dilakukan pada tangal 22-23 Februari 2021 secara full virtual di mana dignitaries diharapkan menyampaikan pre-recorded statement.

Adapun sesi persidangan akan dihadiri oleh Delegasi dari PTRI Jenewa sehubungan masih diterapkannya pembatasan kunjungan internasional dan pertemuan fisik.

Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020 – 2022, diharapkan dapat berkontribusi dan berperan aktif dalam persidangan tersebut. Berdasarkan program of work (POW) DHAM 46, terdapat berbagai isu tematis dan country specific issues yang memerlukan masukan berbagai unit di Kemlu maupun K/L terkait, utamanya update kebijakan Pemerintah RI untuk pembuatan element statement delegasi RI pada sidang tersebut. 3. Berkaitan dengan hal tersebut, kami bermaksud mengundang Saudara/i untuk menghadiri Rapat Persiapan Sidang Dewan HAM PBB Sesi ke-46.

Selanjutnya agenda rapat tersebut dialaksanakan melalui Diskusi Panel dengan membahas 2 topik utama yaitu Panel I untuk Pembahasan dan Penyusunan Substansi Isu Tematis dan Panel II untuk Pembahasan dan penyusunan Substansi Country Specific Issues. Direktur Instrumen HAM masuk dalam Panel II dengan Country Spesific Issues (CSI) yaitu ITEM 3 -ID with SRSG on children and armed conflict (cont’d) atau terkait isu Anak dan Konflik Bersenjata.

Pada diskusi panel tersebut Direktur Instrumen HAM, Timbul Sinaga menyampaikan bahwa “Pemerintah RI telah melakukan berbagai upaya terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme non-yudisial yaitu melalui pemulihan para korban dan yang telah dilakukan tahun 2019-2020 adalah kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Talangsari- Lampung. Selanjutnya menyusul Aceh dan Papua.”

Dijelaskan pula bahwa di tahun 2020 sudah dilakukan inventarisasi terhadap PHD Kab/Kota yang telah dikonfirmasi dan klarifikasi terkait PHD yang diskriminatif dan Pemerintah RI telah melakukan analisis terhadap PHD diskriminatif tersebut dengan memberi rekomendasi kepada stakeholder (bupati/DPRD). Bentuk rekomendasinya adalah agar Pemda merevisi atau mencabut PHD yang diskriminatif tersebut karena terdapat ketidak sesuaian dengan UU diatasnya.

Lebih lanjut disampaikan bahwa di tahun 2021 ini Rancangan UU tentang Ratifikasi Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance (CPED) atau Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, telah diajukan ke DPR untuk dibahas, dengan target disahkan pada tahun 2021 serta wacana Ratifikasi Optional Protocol on Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (OP-CAT) atau Protokol Opsional Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat, telah dilakukan pembahasan di Kemenkumham. (WS)

Post Author: operator.info2