Jakarta, ham.go.id – Proses ratifikasi OPCAT masih menjadi perhatian Ditjen HAM, pemerintah terus berupaya melakukan langkah-langkah pencegahan dalam rangka meminimalisir terjadinya penyiksaan.
“Setelah meratifikasi UNCAT melalui UU Nomor 5 Tahun 1999, kita juga sudah memiliki mekanisme pencegahan penyiksaan atau national preventive mechanisme (NPM) yang terdiri dari lima lembaga yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI dan LPSK,” ujar Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, pada acara webinar bertajuk Ratifikasi OPCAT : Mencegah keberulangan Penyiksaan dan Ill Treatment, Selasa (9/3).
Bahkan, sambung Mualimin, sebagian kerangka hukum yang dimiliki Indonesia telah sesuai atau sekurang-kurngnya mendukung prinsip-prinsip umum yang tertuang di dalam UNCAT. Direktur Jenderal HAM menyebutkan sejumlah produk hukum yang Ia maksudkan telah sejalan dengan prinsip-prinsip UNCAT mulai dari konstitusi hingga RANHAM.
Namun demikian, Mualimin mengakui masih didapati sejumlah pekerjaan rumah yang menjadi tantangan pemerintah. “Sebagai contoh di KUHP tidak ada definisi khusus tentang penyiksaan yang ada masih penganiayaan. Demikian pula di KUHAP yang masih menyamakan kedua hal tersebut,” ungkap Mualimin.
Padahal persoalan definisi semacam ini dinilai dapat berakibat serius dalam proses penegakan hukum. “Oleh karena itu, harmonisasi sejumlah definisi undang-undang nasional dengan UNCAT merupakan hal mendesak yang harus dilakukan,” imbuhnya.
Direktur Jenderal HAM juga menilai peran NHRI sebagai NPM untuk memonitor tempat-tempat penahanan perlu untuk ditingkatkan. “Tentunya ini bertujuan dalam ranfka menjamin efektivitas dan independensi badan ini,” terang Mualimin.
Dalam acara webinar yang diselenggarakan Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, KPAI, dan LPSK ini, panitia juga mengundang dua narasumber lainnya yaitu Wakil Ketua Komnas HAM, Amirudin Al Rahab dan Pakar hukum STH Indomesia Jentera, Bivitri Susanti. (Humas Ditjen HAM)