Jakarta, ham.go.id – Pelibatan akademisi dan CSO dinilai krusial dalam membantu pemerintah daerah memahami isu dan substansi RANHAM. Demikian disampaikan Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, pada diskusi daring yang digelar Lembaga Advokasi Masyarakat (ELSAM), Kamis (1/7).
“Sayangnya, memang diskusi baik terkait RANHAM maupun aksi HAM di kalangan akademisi masih terbilang minim,” ungkap Mualimin pada acara yang diikuti sejumlah akademisi dan masyarakat sipil itu.
Padahal, lanjut Mualimin, pelaksanaan aksi HAM di daerah perlu dikawal oleh akademisi maupun masyarakat sipil. Kedua elemen tersebut diharap mampu menjadi watchdog dalam implementasi RANHAM di daerah.
“Karena koordinasi (pemda) dengan panitia nasional RANHAM pusat hanya berdasar pada laporan aksi HAM dari daerah, maka ada kemungkinan kenyataan di lapangan bisa lebih dinamis atau berbeda,” terang Mualimin.
Direktur Jenderal HAM menuturkan pada RANHAM generasi ke-5, pemerintah akan berfokus pada empat kelompok sasaran yaitu perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas.
“RANHAM telah menjadi prioritas nasional dalam RKP tahun 2021 dan 2022. Ada pun pelaksanaannya tidak hanya pada laporan administratif tetapi juga menilai substansi capaian target,” jelasnya.
Pada FGD bertajuk Peran Akademisi dan Masyarakat Sipil dalam Impelementasi Perpres No. 53 Tahun 2021 tentang RANHAM untuk Pemerintah Daerah, ini ELSAM juga turut mengundang Direktur Kerja Sama HAM, Hajerati, selaku narasumber. (Humas DJHAM)