Jakarta, ham.go.id – Inisiasikan Rancangan Perubahan Permenkumham No. 32 Tahun 2016 tentang Pelayanan Komunikasi Masyarakat, Ditjen HAM selenggarakan virtual meeting untuk berdiskusi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Se Indonesia.
Pertemuan Virtual meeting yang diselenggarakan kali kedua dengan kantor wilayah, setelah sebelumnya pada tanggal 15 Juli 2021 dengan seluruh Kanwil bagian Barat dan Tengah untuk menerima masukan dan tanggapan atas Rancangan perubahan Permenkumham No. 32 tahun 2016, pada hari ini Kamis, 22 Juli 2021 kembali selenggarakan diskusi terbuka dengan Kantor Wilayah Bagian Tengah dan Timur secara online.
Direktur Instrumen HAM, Timbul Sinaga yang mengawali alasan inisiasi penyusunan Rancangan Perubahan ini menyampaikan bahwa dalam rangka meningkatkan upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM oleh Pemerintah serta meningkatkan kewenangan Kanwil dalam menangani dugaan pelanggaran HAM untuk penyelesaiannya maka perlu di pikirkan bersama untuk perubahan rancangan peraturan ini. Termasuk bagaimana
menjadikan perubahan ini adalah bentuk respon positif Pemerintah terkait munculnya berbagai jenis pelanggaran HAM pada lapisan masyarakat, termasuk dengan maraknya hoax, sehingga masyarakat memerlukan akses yang lebih cepat dan mudah untuk mengadukan dugaan pelanggaran HAM. “Menjawab ini, kita hadir, negara hadir, pemerintah hadir, itulah tujuan dari perubahan Permenkumham ini,” tutur Timbul.
Keterlibatan dan peran serta Kanwil Kemenkumham di daerah merupakan ujung tanduk penanganan dugaan pelanggaran HAM. Dalam rangka penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pelayanan Komunikasi Masyarakat terhadap Permasalahan Hak Asasi Manusia. Dengan meningkatkan Kewenangan Kanwil Untuk Dapat Menangani Dugaan Pelanggaran HAM, dan Rekonstruksi Proses Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM. Maka akan memperkuat penyelesaian sebagai tindak lanjut atau respon pemerintah hadir langsung dimasyarakat.
Timbul pun menyampaikan, Rancangan Permenkumham ini perlu dilaksanakan dengan baik karena penegakan HAM merupakan tanggung jawab pemerintah. “Maka jika ada aduan dugaan pelanggaran HAM, maka negara dan pemerintah hadir. Ini sejalan dengan UUD tahun 1945 pasal ke 28 yang menyatakan bahwa penegakan HAM merupakan tanggung jawab negara, khususnya pemerintah,” ucapnya. Sehingga aduan yang berupa dugaan pelanggaran HAM tidak serta merta diarahkan ke tindak pidana karena saat ini sudah sampai pada tahap yang over kapasitas, mengingat dugaan-dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan sampai saat ini jumlahnya cukup banyak, tuturnya.
“Adapun harapan kita terlebih sekarang ini, kedepannya dengan perubahan Permenkumham akan dapat menguatkan semua yang ada di unit teknis, UPT, Kanwil, dan Ditjen HAM dalam menyelesaikan dugaan-dugaan pelanggaran HAM,” pungkas Timbul. (Humas DJHAM)