Oleh:
Fiki Riwu Kore Manafe
(Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kupang)
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara hukum dan negara kesatuan yang berbentuk Republik.[1] Hal ini bermakna bahwa potensi yang ada disatukan untuk suatu urusan bersama (Res Publica) dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan pengaturan hukum negara.
Kehadiran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemik global, mengafirmasikan bahwa pengaturan dalam penyelenggaran pemerintahan negara harus mengoptimalkan setiap potensi negara, termasuk lembaga negara dan komponennya untuk berorientasi pada peran kemanusiaan, diwujudkan dalam upaya memimalisir risiko Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non alam berupa wabah penyakit yang wajib dilakukan upaya penanggulangannya.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang merepresentasikan peran kemanusiaan identik dengan “Pengayoman” yakni perlindungan terhadap seluruh rakyat Indonesia di bidang hukum dan hak asasi manusia (HAM). Terwujudnya perlindungan terhadap HAM diantaranya melalui pengaturan keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) agar setiap orang yang melakukan aktivitas di dalamnya pada masa pandemi Covid-19 dapat tetap menikmati hidup sejahtera lahir dan batin, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.[2]
Pengaturan tentang keamanan dan ketertiban di dalam Lapas termuat dalam BAB V Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa setiap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan (WBP) harus mematuhi seluruh tata tertib yang ada, dan seluruh petugas Lapas bertanggung jawab atas penyelenggaraan keamanan dan ketertiban. Penyelenggaraannya secara khusus di atur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lapas dan Rumah Tahanan Negara. Pengaturan keamanan dan ketertiban di Lapas bagian dari prioritas karena merupakan faktor penting untuk mendukung segala kegiatan yang ada di Lapas.
Adanya pandemi Covid-19 menghendaki perluasan perspektif keamanan dan ketertiban di Lapas untuk berorientasi pada HAM yang ditujukan bagi keselamatan seluruh aktivis Lapas, baik itu tahanan, WBP, pengunjung maupun petugas. Hal ini merupakan urgensi kemanusiaan didasarkan pada pertimbangan bahwa Lapas sebagai institusi tertutup, memiliki tingkat hunian tinggi yang dengan mudah terdampak wabah Covid-19.
Orientasi terhadap keselamatan seluruh aktivis di Lapas merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat manusia bagian dari konsepsi HAM yang direfleksikan dari ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.[3]
Bertolak dari konsepsi HAM tersebut, maka artikel ini bertujuan untuk menampilkan berbagai aktualisasi peran petugas pemasyaratan di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang dalam menimalisir risiko Covid-19.
Pembahasan
Petugas pemasyarakatan di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang berperan dalam meminimalisir risiko Covid-19 dengan melakukan berbagai tindakan yang didasarkan pada protokoler kesehatan, diantaranya menyediakan wadah cuci tangan dan bilik disinfektan di lingkungan Lapas, wajib menggunakan masker dan mengukur suhu tubuh untuk petugas maupun pengunjung serta secara rutin menginisiasi WBP untuk menjemur tubuh pada pagi hari, melayani kunjungan online, penyemprotan disinfektan, Rapid Test bagi tahanan dan WBP baru, serta Swab Test bagi seluruh petugas Lapas. Upaya yang dilakukan secara tertib sebagai wujud tindakan preventif mengamankan dan meminimalisir Covid-19 mulai dari lingkungan internal Lapas. Uraiannya sebagai berikut:
1) Menyediakan Wadah Cuci Tangan dan Bilik Disinfektan di Lingkungan Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang serta Proaktif Memberikan Informasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Penyediaan wadah cuci tangan ditempatkan pada beberapa titik di lingkungan Lapas, yakni di halaman depan Lapas dan di area steril. Gambaran situasi ditampilkan pada gambar berikut:
Sumber : Dokumentasi di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang, 2020
Penyediaan fasilitas wadah cuci tangan dan bilik disinfektan merupakan upaya mengamankan dan melindungi penghuni Lapas dari risiko Covid-19. Fasilitas tersebut mudah diakses dan merupakan kewajiban pihak Lapas dan dijalankan oleh petugas sebagai penanggung jawab.
Bilik desinfektan ditempatkan di depan gerbang, dianggap perlu untuk membersihkan permukaan tubuh atau pakaian dan meminimalkan risiko masuknya virus ke dalam tubuh dan setiap aktivis di Lapas wajib mencuci tangan dengan sabun/cairan antiseptik pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Selain itu, petugas secara terus menerus proaktif memberikan informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta etika batuk/bersin yang benar kepada tahanan dan WBP. Selanjutnya menghindari kontak fisik secara langsung seperti bersalaman, pertahankan jarak fisik, hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir Covid-19 di lingkungan internal Lapas.
2) Wajib Menggunakan Masker dan Mengukur Suhu Tubuh
Petugas wajib menggunakan masker merupakan upaya meminimalisir Covid-19 dilingkungan Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang. Masker sebagai alat pengaman dan pelindung diri yang menutupi hidung, mulut hingga dagu. Selain itu, petugas maupun pengunjung (rohaniawan dan petugas Kementerian Agama) diwajibkan mengukur suhu tubuh rutin sebelum masuk ke dalam Lapas. Pengukuran suhu tubuh merupakan bentuk pemantauan kondisi kesehatan berupa gejala deman, batuk pilek, nyeri tenggorokan dan/atau sesak napas. Gambaran pelaksanaan ditampilkan pada gambar berikut:
Sumber : Dokumentasi di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang, 2020
Pemeriksaan suhu tubuh (≥38°C).[4] Apabila suhu tubuh ≥38°C maka baik petugas maupun pengunjung tidak diperkenankan masuk ke dalam Lapas. Petugas Lapas secara berjenjang menghimbau kepada sesama petugas Lapas untuk tidak memasuki lingkungan Lapas apabila tidak menggunakan masker dan suhu ≥38°C. Oleh karena itu, petugas Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang secara proaktif menggunakan masker dan mengontrol suhu tubuh secara mandiri, bagian dari upaya meminimalisir risiko Covid-19.
3) Petugas Menginisiasi Pengawasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Untuk Menjemur Tubuh Pada Pagi Hari
Petugas berperan menginisisasi pengawasan terhadap WBP untuk menjemur tubuh secara rutin di pagi hari selama 10 menit, mulai Pukul 09:30-09:40 Wita bertempat di area terbuka Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang.
Menjemur tubuh secara rutin di pagi hari merupakan langkah preventif meminimalisir risiko Covid-19 di lingkungan internal Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang. Menjemur mampu meningkatkan produksi vitamin D3 yang berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan mikroorganisme penyebab penyakit salah satunya virus Corona penyebab Covid-19. Selain itu, menjemur tubuh khususnya area kulit wajah, punggung, kedua tangan, bahu atau punggung belakang, beberapa area lengan dan kaki merupakan permukaan kulit yang efektif terpapar sinar matahari dalam meningkatkan respon sel darah putih dalam mencegah Covid-19.
Pengawasan petugas mengikuti gejala sains bahwa pada kisaran 09:30-10:00 Wita, Ultra Violet (UV) indeks Indonesia atau tingkat intensitas radiasi UVB berada dalam kategori rendah (<3) sehingga manfaat berjemur akan optimal sekaligus meminimalisir risiko kulit terbakar.
4) Petugas Melayani Kunjungan Online dari Keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan Melalui Media WhatsApp Video Call
Petugas berperan melayani kunjungan dari keluarga WBP melalui media online yaitu WhatsApp Video Call. Hal ini dilakukan untuk menimalisir kontak antara petugas dengan keluarga dari WBP, demikian halnya meminalisir kontak antara WBP dengan keluarganya. Kondisi ini dilakukan untuk menertibkan diri dan menjaga keamanan Lapas, mengingat virus Corona menyebar melalui kontak manusia yakni melalui droplet (partikel air liur). Pengunjung yang diizinkan masuk hanyalah rohaniawan, petugas pembina rohani dari Kementerian Agama, penasehat hukum tahanan, kepolisian, kejaksaan dan petugas dari Lapas/Rutan yang mengantarkan perpindahan WBP.
5) Penyemprotan Disinfektan di Lingkungan Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang
Penyemprotan disinfektan dilakukan oleh petugas pemasyarakatan di Lingkungan Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang.
Penyemprotan disinfektan dilakukan di seluruh area Lapas bentuk dari tertib terhadap protokol kesehatan untuk menunjang keamanan Lapas. Penyemprotan dilakukan mulai dari halaman depan, area steril, area blok dan kamar hunian. Penyemprotan dilakukan sebagai optimalisasi menjaga kebersihan diri dan lingkungan selain mencuci tangan dan penggunaan hand sanitaizer meminimalisir risiko Covid-19.
6) Petugas Melakukan Rapid Test dan Isolasi Mandiri pada Penerimaan Tahanan dan Warga Binaan Baru
Penerimaan tahanan dan WBP baru mengikuti protokol kesehatan, dimulai dengan mencuci tangan, pemerikasaan suhu tubuh, sterilisasi barang bawaan melalui penyemprotan disinfektan, pengukuran tekanan darah dan selanjutnya dilakukan Rapid Test oleh Petugas Perawat Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang. Apabila hasil tes positif maka dilakukan karantina mandiri selama 14 hari dan isolasi pada ruang khusus bagi tahanan dan WBP. Petugas yang bekerja di area karantina harus mengenakan masker N95 sebagai bagian dari Alat Pelindung Diri. Kegiatan selanjutnya adalah pengujian sampel urine untuk pengecekan kehamilan dari tahanan dan WBP baru. Kegiatannya ditampilkan pada gambar berikut:
Pemeriksaan secara tertib mengikuti protokol kesehatan, dimaksudkan untuk memastikan bahwa tahanan dan WBP dalam kondisi sehat. Selain itu, dilakukan untuk mengamankan dan meminimalisir risiko Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang.
7) Swab Test Bagi Seluruh Petugas Lapas
Pelaksanaan Swab Test mengikuti arahan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI yang terealisasi atas kerja sama dengan pihak Laboratorium Klinik Prodia.
Terdapat 61 orang Pegawai yang mengikuti Swab Test, termasuk di dalamnya Kepala Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang. Kegiatan Swab Test dilakukan dalam rangka mendukung upaya dan kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 di Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur, terkhususnya sebagai upaya pencegahan penyebaran Virus Covid-19 dimulai dari lingkungan internal Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Kupang.
Bertolak dari berbagai aktualisasi peran petugas pemasyarakatan di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang dalam meminimalisir risiko Covid-19, memperlihatkan tindakan yang telah sejalan dengan teori peran, bahwa petugas menjalankan perannya secara ideal (ideal role), seharusnya (expected role), diri sendiri (peceived role) dan yang sebenarnya (actual role).[5] Secara struktural, petugas Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang mempunyai kedudukan dan peranan karena terikat hak dan kewajiban secara proporsional untuk meminimalisir risiko Covid-19. Hal ini bukan saja dilakukan petugas Lapas karena mengikuti perintah konstitusi dan peraturan tentang HAM, namun didasarkan pada panggilan moral yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian-bagian sebelumnya, maka disimpulkan bahwa petugas pemasyarakatan di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang berperan dalam meminimalisir risiko Covid-19 dengan melakukan tindakan aktual yang didasarkan pada protokoler kesehatan, diantaranya menyediakan wadah cuci tangan dan bilik disinfektan di lingkungan Lapas, wajib menggunakan masker dan mengukur suhu tubuh untuk petugas maupun pengunjung serta secara rutin menginisiasi warga binaan pemasyarakatan untuk menjemur tubuh pada pagi hari, melayani kunjungan online, penyemprotan disinfektan, Rapid Test bagi tahanan dan WBP baru, serta Swab Test bagi seluruh petugas Lapas.
Saran
Adanya pandemi global Covid-19 menghendaki perluasan perspektif keamanan dan ketertiban di Lapas yang berorientasi pada kemanusiaan terkhususnya keselamatan seluruh aktivis di Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang, baik itu tahanan, WBP, pengunjung maupun petugas. Hal ini dapat terwujud secara optimal apabila petugas pemasyarakatan secara konsisten berperan secara ideal (ideal role), seharusnya (expected role) dan lahir dari kesadaran diri sendiri (peceived role) untuk terus proaktif memberikan informasi promotif kepada seluruh aktivis di Lapas sesuai protokol kesehatan.
Catatan Kaki:
[1] Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat, Pasal 1 ayat (1) dan (3)
[2] Ibid, Pasal 28 H Ayat (1)
[3] Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
[4] Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 Pemasyarakatan. Pedoman Pelaksanaan Layanan Kesehatan di UPT Pemasyarakatan, (Jakarta : Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2020), hlm.10
[5] Edy Suhardono, Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 3
Daftar Pustaka
Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 Pemasyarakatan. 2020. Pedoman Pelaksanaan Layanan Kesehatan di UPT Pemasyarakatan. Jakarta : Direktorat Jendral Pemasyarakatan.
Suhardono, Edy. 1994. Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesi Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 12. Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesi Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.