Jakarta, ham.go.id – Bahas upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya penyiksaan di tempat-tempat penahanan, Direktur Instrumen HAM, Betni Humiras Purba bersama dengan Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) bertemu secara daring, Selasa. (26/4)
Kedua belah pihak membicarakan terkait tindaklanjut atas MoU antara KemenkumHAM dan KuPP yang telah berakhir pada april 2021 silam. “ “Hingga kini, kami masih menunggu informasi dari Biro Humas Setjen Kemenkumham. Mudah-mudahan Penandatanganan perpanjangan MoU antara KUPP dengan Kemenkuham dapat segera kita laksanakan dalam waktu dekat,” jelas Betni.
Direktur Instrumen HAM juga memberikan komentar terhadap beberapa catatan dalam pertemuan terakhir di Hotel Sharing La pada 13 Desember 2021. Terdapat sembilan poin yang menjadi perhatian para peserta pada pertemuan kala itu mulai dari penambahan dasar hukum hingga memasukan terminology ill treatment sebagaimana tertuang didalam OpCAT.
Sejatinya, kerja sama antara KemenkumHAM dengan KuPP dalam upaya pencegahan terjadinya penyiksaan bermula pada tahun 2016. Komitmen tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah nota kesepahaman (MoU). Dalam MoU tersebut diatas disepakati adanya kerja sama antara KUPP dengan Kemenkumham terdapat dua poin.
Poin pertama ialah berkenaan dengan Pengawasan dan Pencegahan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat Terhadap terhadap setiap orang yang berada di Tempat -tempat Terjadinya Pencabutan Kebebasan termasuk Pemantauan dan Pelaporan terhadap kondisi setiap orang yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara dan Rumah Detensi Imigrasi.
Sementara poin kedua ialah menyangkut terkait Perumusan, pemberian rekomendasi dan pengawasan atas perubahan kebijakan terhadap layanan di tempat tempat terjadinya pencabutan kebebasan.
Selain membangun MoU, KuPP yang terdiri dari sejumlah NHRI juga menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Imigrasi sejak tahun 2019. (Humas DJHAM)