Jakarta, ham.go.id – Nasib malang yang dihadapi 115 anak-anak WNI di Australia kembali dibahas. Dalam FGD yang diselenggarakan pada Rabu (22/6), Direktorat Jenderal HAM bersama dengan Kemenkopolhukam, Kemenlu, KPAI dan Lisa Hiariej selaku Penyampai Komunikasi (PK) membahas terkait tindaklanjut pelindungan HAM bagi 115 anak-anak WNI yang hidup di jeruji besi Australia selama 2008 – 2012.
Direktur Fasilitasi dan Informasi HAM, Dadi Mulyadi, menuturkan pihaknya mendapatkan pengaduan terkait adanya proses hukum tidak adil yang dihadapi 115 anak WNI di Australia. Mereka dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Australia dengan masa hukuman yang berbeda-beda. Berdasar informasi yang didapat dari PK selama proses hukum berlangsung anak-anak WNI tersebut tidak mendapatkan pendampingan dari keluarga, kuasa hukum, maupun dari Kedubes RI di Australia.
Lebih suramnya lagi, anak-anak WNI ini mendekam di penjara-penjara Australia bersama dengan orang-orang dewasa. Kondisi tersebut mengakibatkan anak-anak penyintas proses hukum yang tidak adil ini mengalami trauma yang sulit dilupakan hingga kini.
“Hingga kini, pelanggaran HAM yang menimpa anak-anak Indonesia ini belum mendapatkan keadilan baik itu berupa pemulihan maupun permohonan maaf dari pemerintah Australia” terang Dadi yang juga menjabat selaku Plh. Direktur Yankomas HAM.
Dalam pertemuan di ruang rapat Sekretaris Direktorat Jenderal HAM, Dadi berharap FGD ini dapat menemukan titik terang maupun jalan keluar dalam memberikan pemulihan bagi para anak-anak yang menjadi korban.
Lisa Hiariej yang telah bertahun memberikan bantuan pendampingan kepada 115 anak mengungkapkan sejumlah kesulitan dan tantangan yang dihadapi dalam melakukan pembelaan terhadap anak-anak WNI ini.
“Kami mengharapkan agar pemerintah Indonesia dapat Memberikan dukungan, akomodasi, dan fasilitasi kepada kami dalam upaya gugatan kepada Pemerintah Australia untuk memberikan pemulihan kepada 115 anak korban,” jelas Lisa yang juga merupakan seorang pengacara di Australia.
Sementara itu, berdasar penuturan Kasubdit Kawasan Lain Di Luar Asia Tenggara dan Timur Tengah, Direktorat Pelindungan WNI, Tony Wibawa, 115 anak WNI ini merupakan Anak Buah Kapal (ABK). Rumitnya persoalan yang dihadapi ABK ini berkelindan dengan isu people smuggler yang menjadi menjadi perhatian besar politik dan media di Australia.
“Mesti kita akui bahwa terdapat ketakutan masyarakat Australia terhadap Boat People yang semakin meningkat jumlahnya,” terang Tony.
Kendati demikian, Kemenlu RI tidak berpangku tangan menghadapi persoalan ABK WNI di Australia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah RI guna menghadapi persoalan hukum yang kerap menjerat ABK WNI di bawah umur. Termasuk, kata Tony, pemerintah RI juga telah membentuk kerja sama bilateral dengan pemerintah Australia dalam menangani persoalan ABK WNI ini yang dimulai sejak tahun 2011 silam.
“Tercatat sejak September 2008 hingga 11 Januari 2013, telah dipulangkan 274 WNI ABK dibawah umur dari Australia,” ungkap Tony
Dalam rapat kali ini, sejumlah masukan juga dikemukakan oleh para peserta yang hadir. Semua pihak bersepakat bahwa perlindungan HAM bagi 115 anak ini perlu untuk mendapat perhatian. Mengingat, perlindungan HAM bagi WNI merupakan amanat dari konstitusi bagi negara selaku duty bearer dalam HAM. (Humas DJHAM)