Jakarta, ham.go.id – Proses revisi UU HAM memerlukan upaya yang komprehensif. Demikian disampaikan Direktur Instrumen HAM, Betni Humiras Purba, pada rapat penyusunan kajian naskah akademik rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang digelar secara daring, Senin (4/7).
“UU HAM memang sudah masuk agenda prolegnas 2020-2024 usulan pemerintah, namun agar dapat masuk prolegnas prioritas kita memang perlu upaya yang lebih gigih dan komprehensif,” jelas Betni yang hadir dari ruang rapatnya pagi ini.
Dalam revisi UU HAM terdapat tiga substansi pokok yang tengah digodok di antaranya substansi normatif, substansi lembaga HAM, dan substansi pelanggaran HAM. “Dapat kami sampaikan bahwa terkait substansi normatif telah selesai kami rampungkan,” ujar Betni.
Lebih lanjut, Betni menargetkan pada tahun ini proses penyusunan kajian maupun naskah akademik dapat juga segera dirampungkan. “Harapan kami pada tahun depan, kami dapat segera fokus pada penyusunan draft RUU Perubahan UU HAM ini,” imbuhnya.
“Kami harap melalui pertemuan daring ini, kita dapat berpartisipasi secara aktif, dan memberikan masukan serta gagasan yang konstruktif dalam kajian perubahan UU HAM,” pungkas Betni.
Pada rapat yang dimoderatori oleh Koordinator Instrumen HAM Kelompok Rentan, Hidayat Yasin, panitia menghadirkan Akademisi dari Sentra HAM Universitas Indonesia: Hadi Rahmat Nugraha selaku narasumber.
Pada Kesempatan kali ini yang menjadi sorotan dalam paparan pembahasannya adalah terminologi dari pelanggaran HAM dan kemudian pembahasan diskusi berkembang pada sharing konsep “remedy” yang dalam implementasinya direktorat Yankommas Ditjen Ham melakukan tusi penyelesaian dugaan pelanggaran HAM melalui mediasi sehingga menghasilkan rekomendasi untuk dapat terlaksananya penyelesaian “restorative justice”. (HumasDJHAM)