Jakarta, ham.go.id – Pemerintah Indonesia akan menghadapi dialog konstruktif Universal Periodic Review (UPR) ke-4 pada November mendatang di Jenewa. Selama beberapa bulan ke belakang, Direktorat Jenderal HAM turut aktif terlibat bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam penyusunan laporan UPR.
Kini, Kemenlu mengundang Direktorat Jenderal HAM bersama dengan K/L terkait untuk merampungkan laporan pada pertemuan konsultasi nasional finalisasi UPR di Hotel Westin Jakarta Selatan, Senin (11/7). Laporan UPR yang telah dibahas secara intensif dalam sejumlah rapat-rapat beberapa bulan ke belakang ini, rencananya akan dikirimkan pada 8 Agustus 2022.
Pada pertemuan nasional kali ini, Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, dan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Tri Tharyat hadir secara langsung membuka dan memberikan pengarahan. Direktur Instrumen HAM, Direktur Kerja Sama HAM, dan Direktur Informasi dan Fasilitasi HAM bersama para koordinator di Direktorat Instrumen HAM juga turut mengikuti pembahasan dalam pertemuan di ruang Padang Westin hari ini.
Dalam pengarahannya, Mualimin mengapresiasi kehadiran perwakilan K/L dalam pertemuan yang diselenggarakan Kemenlu hari ini.
“Kehadiran Bapak dan Ibu tentu memiliki peran penting dalam memberikan data maupun informasi untuk menjawab rekomendasi dari mekanisme UPR dan perkembangan implementasi HAM di Indonesia,” ucap Mualimin.
Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia pada UPR putaran ke-3 yang digelar pada 2017 silam menerima 225 rekomendasi. Sebanyak 167 rekomendasi diterima sementara 58 lainnya ditolak.
Menurut Direktur Jenderal HAM laporan UPR dan laporan implementasi dari 8 instrumen HAM internasional adalah penegasan komitmen pemerintah Indonesia bagi pemajuan dan perlindungan HAM di tanah air.
“Laporan-laporan implementasi HAM tersebut disusun secara komprehensif serta menguraikan berbagai kemajuan maupun tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM,” jelasnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Kerja Sama Multilateral mengingatkan kembali bahwa UPR merupakan mekanisme HAM yang penting di dewan HAM PBB.
“Berbeda dengan laporan instrumen HAM lainnya, UPR berfokus pada pelaporan yang holistik,” terang Tri Tharyat.
Karena itu, Ia berharap laporan yang telah disusun ini mampu menyajikan sesuatu yang holistik sekaligus menjadi bagian transparansi pemerintah Indonesia di bidang HAM
Selain itu, Direktur Jenderal HAM juga membahas mengenai sejumlah isu HAM yang mungkin menjadi perhatian dalam dialog konstruktif UPR mendatang di antaranya RUU KUHP khususnya hukuman mati, UU Pemasyarakatan, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Omnibus Law, hingga masyarakat adat.
Mengakhiri pidatonya, Direktur Jenderal HAM berharap finalisasi laporan yang telah disusun mendapat dukungan dari K/L terkait. “Yang perlu kita pahami bahwa ini bukan semata tanggung jawab Kementerian Hukum dan HAM atau Kementerian Luar Negeri, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif kita semua dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM,” pungkas Mualimin.
Selepas pengarahan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi yang diawali dengan paparan dari Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemenlu, Achsanul Habib.
Rencananya, MenkumHAM Yasonna H. Laoly dikabarkan akan mengikuti jalannya dialog konstruktif UPR putaran ke-4 yang digelar di Jenewa pada November mendatang. (Humas DJHAM)